WANITA
DIBALIK JILBAB
Sularsih
1102415020
Teknologi
Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan
Tersimpan sejuta makna tersembunyi
Antara ketulusan dan kemunafikkan
Antara iman dan gaya-gayaan
Menutup aurat, menjaga pandangan
Menghijab diri, menghijab hati
Belajar taat menghindari kualat
Sepotong
kain ini mungkin memang tidak asing lagi, khususnya bagi wanita muslim yang
memang diwajibkan untuk menutup aurat. Kata jilbab sendiri berasal dari bahasa
Arab “jilbabu” yang artinya baju
kurung panjang, sejenis jubah. Sedangkan definisi jilbab menurut
Ensiklopedi hukum Islam yaitu sejenis pakaian yang longgar yang dilengkapi
dengan kerudung yang menutupi kepala, leher, dan dada (Muhammad 2015).
Bagi wanita muslim berhijab adalah suatu
kewajiban. Dimana perintah tersebut juga termuat dalam beberapa ayat Al-quran.
Salah satunya yaitu surah Al-Ahzab: 59, “Wahai
Nabi, katakanlah kepada istri-istri, anak-anak perempuan dan istri-istri orang
Mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang
demikian itu supaya mereka mudah dikenali, oleh sebab itu mereka tidak
diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha Penyayang.” Bagi
wanita muslim kewajiban tersebut memang sudah selayaknya dilaksanakan. Dimana
pelaksanaannya juga harus disesuaikan dengan perintah agama. Seorang wanita
yang berhijab hendaknya disesuaikan dengan syariat seperti, jilbab yang
digunakan bisa menutupi rambut dan dada sepenuhnya, pakaian tidak transparan
atau tembus pandang, serta tidak ketat atau memperlihatkan lekuk tubuh.
Wanita
yang berjilbab, dalam masyarakat biasanya memang mendapatkan nilai plus. Hal ini karena adanya anggapan
dalam masyarakat bahwa orang yang berhijab atau wanita berjilbab itu berarti
memiliki tingkat keimanan yang tinggi. Anggapan ini muncul karena pada awalnya berjilbab
memang merupakan salah satu wujud ketaatan terhadap agama. Namun, seiring
perkembangan zaman, anggapan tersebut mulai tergeser. Hal ini disebabkan karena
pergeseran makna atau fungsi hijab itu sendiri, dimana fungsi hijab yang
awalnya memang sebagai bentuk ketaatan terhadap agama menjadi hijab sebagai
gaya hidup atau fashion. Dalam
istilah fashion wanita yang berhijab namun tetap mengikuti tren dikenal dengan
sebutan hijabers.
Maraknya
fenomena berhijab saat ini juga mendapat berbagai respon dari masyarakaat. Pro-kontra adanya fenomena tersebut muncul
dengan berbagai pandangan. Mereka yang pro,
cenderung berpandangan positif bahwa dengan berhijab akan memberikan
pengaruh yang baik bagi hijabers.
Sementara mereka yang kontra, memiliki pandangan yang berbeda bahwa sebagian hijabers memilih berhijab hanya untuk
gaya-gayaan bukan berlandaskan pada niat yang tulus.
Sebagian
para hijabers mungkin memilih
berhijab karena niatan atau berlandaskan untuk melaksanakan kewajiban beragama.
Dimana mereka benar-benar ingin memperbaiki diri dan berharap dengan pilihan
berhijab akan memberikan pengaruh yang baik. Selain itu dengan hijab yang
mereka gunakan, bisa selalu mengingatkan mereka kepada Allah. Sehingga, mereka
akan selalu berpikir dua kali dalam melakukan sesuatu dan menghindari
perilaku-perilaku yang tidak baik. Pakaian yang tertutup juga bisa menjadi
tameng atau pelindung bagi wanita dari orang-orang nakal, laki-laki biasanya
akan enggan untuk menggoda wanita yang berjilbab. Hal ini bisa kita lihat dari
kebanyakan kasus kejahatan seksual yang lebih sering menimpa pada wanita yang
tidak berjilbab. Dalam masyarakat, wanita yang berjilbab memang akan lebih
dihargai dan dihormati.
Pada
dasarnya tidak semua hijabers memilih
berhijab karena alasan untuk melaksanakan perintah agama. Ada sebagian dari
mereka yang memilih berhijab karena alasan tren fashion atau sekedar untuk gaya-gayaan. Untuk saat ini berhijab
memang lebih dikenal sebagai salah satu gaya hidup. Sejalan dengan perkembangan
zaman, gaya berhijab atau berjilbabpun semakin beraneka ragam mulai dari yang simple sampai yang rumit. Dimana tidak
semua gaya berjilbab tersebut sesuai dengan syariat agama. Dalam dunia fashion sendiri, berhijab memang lebih
berorientasi untuk mempercantik diri. Padahal hijab sendiri sebenarnya bukan
bertujuan untuk mempercantik diri, melainkan untuk melindungi kecantikan
(Nugraha 2013).
Wanita
yang memang dikenal memiliki sejuta misteri menjadi semakin sulit ditebak
dengan hijab yang mereka gunakan. Hal ini karena, hijab bukan lagi patokan
untuk menilai karakter atau kepribadian seorang wanita. Seorang wanita yang
berjilbab, tidak menjamin bahwa mereka memiliki kepribadian yang baik. Begitu
juga sebaliknya, wanita yang tidak berjilbab belum tentu memiliki kepribadian
buruk. Di lingkungan kita sendiri, mungkin kita sering menemukan wanita yang
berhijab menggunakan pakaian yang terlalu ketat maupun transparan. Selain dari
segi penampilan, kita juga bisa melihat perilaku para hijabers yang tidak mencerminkan nilai-nilai islami seperti
pacaran, berpegangan tangan di depan umum, atau bahkan hal-hal lain yang
melampaui batas. Dalam konteks tersebut sepertinya pepatah jawa yang mengatakan
“ aji ning raga saka busana” tidak sepenuhnya
berlaku. Kita tidak bisa menilai seseorang hanya dengan melihat penampilannya
saja. Hal in mungkin lebih sesuai dengan pepatah dalam bahasa inggris “dont judge a book by its cover”. Kedua
pepatah tersebut memang terdengar sangat bertolak belakang. Namun, kita tidak
bisa membenarkan ataupun menyalahkan salah satunya. Kedua pepatah tersebut
mungkin benar sesuai dengan konteksnya masing-masing.
Seseorang
yang berhijab juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkuungan tersebut
bisa datang dari lingkungan masyarakat, sekolah maupun keluarga. Lingkungan
yang menjujung tinggi nilai-nilai agama khusunya islam, akan berpengaruh
terhadap orang-orang yang ada di dalamnya baik dari segi perilaku maupun cara
berpenampilan salah satunya yaitu berhijab. Sementara jika dilihat dari
lingkungan sekolah, untuk saaat ini memang banyak sekolah yang mewajibkan
siswinya untuk berjilbab. Meskipun sekolah tersebut tidak berbasis islam. Dari
lingkungan keluarga sendiri, mungkin ada sebagian keluarga atau orang tua yang
sudah melatih anak-anaknya berjilbab sejak masih kecil. Hal ini tentu akan
berpengaruh terhadap cara berpakaian anak tersebut kedepannya. Sehingga wajar
saja jika anak tersebut akan berhijab pada saat dewasa, karena memang hal
tersebut sudah menjadi kebiasaannya sejak kecil.
Mungkin
memang benar jika ada pendapat yang mengatakan bahwa “untuk berhijab kita tidak perlu menunggu sampai kita merasa layak untuk
mengenakan hijab“. Akan tetapi,
setelah berhijab kita juga perlu untuk membenahi diri dan mencoba untuk
memperbaiki akhlak serta ketaqwaan kita. Selain pendapat tersebut ada juga
pendapat lain yang menjadi salah satu alasan mengapa wanita belum mau berhijab yaitu
pendapat yang mengatakan bahwa “Saya
merasa belum layak untuk mengenakan hijab”. Pendapat tersebut juga tidak
bisa disalahkan, seseorang yang belum mau berhijab karena merasa belum layak
akan lebih baik jika dibandingkan dengan wanita yang berhijab namun tidak mau
memperbaiki diri serta akhlaknya. Wanita yang berhijab namun tidak mencerminkan
bahwa ia seorang muslim yang baik, akan merusak citra dari hijab itu
sendiri. Hal ini pula yang menimbulkan
adanya kontra dalam masyarakat
mengenai para hijbers.
Pada
saat ini dengan berjilbab juga bisa menjadi bentuk kesopanan. Dimana dalam
masyarakat banyak wanita yang mengenakan hijab atau jilbab untuk bepergian
ataupu bertamu, meskipun pada saat dirumah mereka tidak mengenakannya. Dengan
kebiasaan ini, maka mereka akan merasa tidak nyaman jika harus bepergian tanpa
mengenakan jilbab. Dari kasus tersebut, maka jilbab bisa dikatakan sebagai salah
satu pakaian resmi untuk bepergian ataupun bertamu.
Dalam
artikel ini yang ingin penulis tekankan, khususnya untuk para wanita muslim,
kita boleh saja berhijab karena itu memang sudah menjadi kewajiban dan perintah
agama. Akan tetapi setelah kita berhijab, juga harus diiringi dengan perbaikan diri.
Berhijab juga harus karena niat yang tulus, bukan karena alasan fashion atau sekedar mengikuti tren yang
ada dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, Amry. 2015. “Studi Komparasi
antara Akhlak Siswi yang Berjilbab di Sekolah Umum dan di Sekolah Islam (Studi
antara SMA Negeri 2 Pekalongan dengan MAN 2 Pekalongan Tahun Pelajaran
2014/2015)”. Skripsi. UIN Walisongo,
Semarang.
Nugroho,
Indra. 2013. “Hijabers...oh Hijabers”. (Online)
https://hidupnyaindra.wordpress.com/2013/12/15/hijabers-oh-hijabers/
(Diakses tanggal 27 November 2016).
0 komentar:
Posting Komentar