Pendidikan Bernurani Berdasarkan Konsep Pendidikan
yang Ideal Menurut Alexander Sutherland Neill
Sularsih
Filsafat
Pendidikan, Rombel 1,1102415020
Abstract
Education is an activity to teach, guide, educate or
train someone moving towards change for the better. The world of education is a
world that is supposed to provide children the opportunity to develop in
accordance with his true identity. The concept of conscientious education is an
educational praxis that mengutmakan interests of learners. An educator can not
impose their will on the students. Educators can not force students to be as he
wants, because students have a right to determine his own destiny. Education
must also provide comfort and security to the learners. A comfortable
environment will endorse and motivate students to learn. Education should not
only pay attention or priority to the intellectual development alone. But it is
also a must, pay attention to the moral development of students. Application of
conscientious education, building on the concept of liberating and joyful, is
one of the very concept of education envisioned by learners. Writing this
article aims to open our eyes about the true nature of education, which is not
just merely chasing the target or purpose of the institution.
Keywords: Conscientious education, Educational ideal, A.S.
Neill.
Abstrak
Pendidikan
merupakan suatu kegiatan mengajar, membimbing, mendidik atau melatih seseorang
menuju kearah perubahan yang lebih baik. Dunia pendidikan merupakan dunia yang
seharusnya dapat memberikan kesempatan pada anak untuk berkembang sesuai dengan
jati dirinya. Konsep pendidikan bernurani merupakan praksis pendidikan yang
mengutmakan kepentingan peserta didik. Seorang pendidik tidak bisa memaksakan
kehendaknya kepada peserta didik. Pendidik tidak bisa memaksa peserta didik
untuk menjadi seperti yang dia inginkan, karena peserta didik berhak untuk
menentukan jalan hidupnya sendiri. Pendidikan juga harus memberikan kenyamanan
serta keamanan pada peserta didiknya. Lingkungan yang nyaman akan medukung dan
memotivasi siswa dalam belajar. Pendidikan seharusnya tidak hanya memperhatikan
atau mengutamakan perkembangan intelektual saja. Tetapi juga harus,
memperhatikan perkembangan moral peserta didik. Penerapan pendidikan bernurani
dengan berlandaskan pada konsep yang membebaskan dan membahagiakan, merupakan
salah satu konsep pendidikan yang sangat diimpikan oleh peserta didik. Penulisan
artikel ini bertujuan untuk membuka mata kita mengenai hakikat pendidikan yang
sesungguhnya, yang tidak hanya melulu mengejar target atau tujuan lembaga.
Kata kunci: Pendidikan Bernurani, Pendidikan yang
Ideal, A.S. Neill
PENDAHULUAN
Alexander
Sutherland Neill atau sering dipanggil Neill adalah salah satu tokoh dalam
dunia pendidikan yang lahir pada 17 Oktober 1883 di Forgar, Angus, Skotlandia. Sejak
usia muda beliau meniti karier sebagai guru di sekolah ayahnya Neill pernah
berkali-kali menjadi asisten guru. Pada usianyayang ke-dua puluh lima tahun
Neill meraih gelar M.A. dalam bahasa dan Sastra Inggris dari Universitas
Edinburgh. Pada 1915, semasa menduduki jabatan kepala sekolah di sebuah
sekolahan Skotlandia. Neill merilis buku
perdananya dengan judul A Dominie’s Log.
Sebagai seorang tokoh pendidikan Neill memiliki pemikiran-pemikiran mengenai
dunia pendidikan. pemikiran-pemikiran tersebut banyak dituangkan dalam
karya-karyanya. Salah satu pemikirannya yang terkenal yaitu mengenai konsep
pendidikan yang ideal. Dimana menurut Neill dalam bukunya yang berjudul Summerhill School, hakikat pendidikan
yang ideal yaitu pendidikan yang membebaskan dan membahagiakan peserta didiknya.
Pemikiran-pemikiran tersebut benar-benar diimplemenatsikan oleh Neill di
sekolah yang didirikannya yaitu sekolah Summerhill. Pendidikan sendiri
merupakan suatu kegiatan mengajar, mendidik atau melatih seseorang menuju
kearah perubahan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Proses pendidikan tersebut seharusnya dapat
terlaksana dengan baik tanpa menghilangkan hak-hak anak atau peserta didik.
Namun kerapkali terdapat konsep pemikiran yang salah mengenai hakikat pendidikan
yang sebenarnya. Dimana pemikiran tersebut hanya berorientasi pada pencapaian
tujuan pendidikan tanpa memperhatikan kondisi peserta didik. Peserta didik
kerapkali dianggap seperti robot yang harus melakukan segala sesuatu sesuai
dengan perintah atau tujuan yang telah ditentukan oleh lembaga pendidikan,
tanpa bisa memilih atau menentukan jalan hidupnya sendiri. Setiap anak memiliki
potensi atau kemampuan sendiri-sendiri yang tidak dapat disamakan dengan anak
lain, karena setiap anak itu unik. Perbedaan tersebut harusnya dapat
diperhatikan oleh pendidik. Setiap potensi yang dimiliki oleh individu
seharusnya dapat dikembangkan dengan maksimal melalui proses pendidikan. Konsep
pendidikan yang ideal memang masih banyak diperbincangkan. Pendidikan yang
ideal merupakan suatu impian bagi peserta didik maupun pendidik. Namun
pendidikan yang ideal memiliki pemahaman yang berbeda apabila dilihat dari
sudut pandang peserta didik dan pendidik. Hal itu menyebabkan adanya
kesenjangan pendidikan dalam artian pendidikan tidak berjalan sesuai dengan apa
yang seharusnya. Pendidikan yang berlangsung hanya mengarah ke pencapaian
tujuan yang telah ditentukan dan kerapkali hak-hak peserta didik
dikesampingkan, demi tercapainya tujuan tersebut.
PEMBAHASAN
Pendidikan
yang ideal menurut A.S Neill dalam bukunya yang berjudul Summerhill School yaitu pendidikan yang membebaskan dan
membahagiakan anak. Konsep ini muncul berdasarkan pengalaman-pengalaman Neill
selama menjadi guru. Dimana kondisi yang sering ia jumpai adalah anak yang
harus menyesuaikan diri dengan kondisi sekolah, Neill tidak setuju dengan pendidikan
yang semacam itu karena menurutnya sekolahlah yang harus disesuaikan dengan kondisi siswa. Konsep pemikiran Neill
lahir berdasarkan kajian psikologis. A.S. Neill percaya bahwa perkembangan
emosional anak lebih penting daripada perkembangan intelektual atau kognitif
anak. Berdasarkan jurnal penelitian yang berjudul “Konsep Penanganan Anak Bermasalah menurut Alexander Sutherland Neill
dan Implikasinya terhadap Pendidikan Islam” menyebutkan bahawa pemikiran
Neill sendiri dipengaruhi oleh dua orang tokoh sebelumnya, tokoh tersebut yaitu
Homer Lane dan Whilhelm Reich.
Dunia
pendidikan merupakan dunia yang seharusnya dapat memberikan kesempatan pada
anak untuk berkembang sesuai dengan jati dirinya. Dimana pendidikan tersebut
harus lebih mengedapankan kebutuhan peserta didik. Konteks pendidikan yang
dimaksud disini yaitu pendidikan bernurani. Berdasarkan buku karangan Moh.
Yamin yang berjudul Sekolah yang
Membebaskan, pendidikan bernurani yaitu praksis pendidikan yang
mendahulukan kepentingan para peserta didik dalam segala aspek. Pendidikan yang
bernurani tersebut merupakan salah satu kontekstualisasi dari pemikiran A.S.
Neill mengenai hakikat pendidikan yang ideal. Pendidikan yang ideal adalah
pendidikan yang humanis, yang memperlakukan manusia secara manusiawi serta
menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Manusia lahir di dunia membawa
kodratnya dan potensinya masing-masing, yang perlu dikembangkan dalam
kehidupannya. Melalui pendidikan potensi tersebut seharusnya dapat berkembang
sesuai dengan seharusnya. Perkembangan dalam diri anak tidak dapat dipaksakan
atau dikekang oleh siapapun termasuk oleh pendidik. Pendidikan yang baik bukanlah
kegiatan yang dilakukan di gedung sekolah yang mewah, dengan berbagai peraturan
dan larangan yang harus dipatuhi oleh peserta didik. Pendidikan yang baik
adalah pendidikan yang memerdekakan atau membebaskan peserta didiknya baik
dalam aspek berpikir mauapun aspek kehidupan lainnya. Pendidikan yang
membebaskan disini bukanlah bebas sepenuhnya, melainkan kebebasan yang
bertanggung jawab. Jadi, kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan yang sifatnya
positif, yang mampu menumbuhkan tanggung jawab peserta didik tanpa membuat
peserta didik merasa tertekan atau terkekang.
Menurut pendapat YB. Mangunwijaya
yang diulas dalam buku Liberalisasi
Pendidikan, proses pendidikan yang hanya mengacu pada peraturan-peraturan
serta tujuan nasional hanya akan menghasilkan manusia-manusia bermental “kuli”
atau “babu”. Hal ini karena peserta didik hanya belajar sesuai dengan perintah
atau aturan, yang menjadikannya menjadi seorang penurut. Proses pendidikan yang
hanya mengejar target tujuan nasional tanpa mengindahkan perkembangan moral peserta
didik, hanya akan menghasilkan manusia-manusia pintar tapi tak bermoral. Maka
tak heran jika terjadi demoralisasi dalam dunia pendidikan seperti halnya
tawuran antar pelajar, kasus kriminal dan masih banyak lagi. Manusia yang
menjunjung tinggi kekayaan intelektual tapi tak memiliki kekayaan hati nurani. Hal
ini tentu sudah terbukti, dapat kita lihat di negara kita sendiri Indonesia,
yaitu adanya kasus-kasus korupsi yang kebanyakan pelaku atau koruptor berasal
dari golongan orang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi dan tentu saja
dengan kemampuan intelektual yang mumpuni. Mungkin kita juga pernah mendengar istilah
atau ungkapan bahwa di Indonesia mudah ditemukan orang “pintar”, tapi sulit
ditemukan orang “benar”. Hal ini tentu tidak terlepas dari faktor sistem
pendidikan di Indonesia yang seringkali hanya mengejar nilai. Tanpa memperhatikan
perkembangan moral peserta didik. Meskipun saat ini sudah banyak diterapkan
pendidikan karakter pada peserta didik. Namun, tetap saja akademiklah yang
menjadi tujuan utama. Padahal, pendidikan bukan hanya sekedar transfer ilmu
pengetahuan (transfer of knowledge)
saja. Seperti halnya pendapat dari Paulo Freire yang dikutip oleh Masykur H
Mansyur, yakni mengenai pendidikan gaya bank, dimana murid hanya beraktivitas
sekedar menerima pengetahuan, mencatat dan menghfal materi yang diberikan oleh
pendidik. Pendidikan bukan hanya sekedar pemeberian pengetahuan saja, tetapi juga mengenai pemberian pemahaman tentang
kehidupan serta segala aspeknya. Hal ini bertujuan untuk membekali peserta
didik dalam menjalani kehidupan pada nantinya. Dimana permasalahan-permasalah
yang muncul, tidak selalu dapat diselesaikan dengan pengetahuan yang terus
menerus diberikan di sekolah.
Pendapat
dari Neill sendiri yang diulas oleh Sidiq Fatonah dalam penelitiannya menyatakan
bahwa Neill mengajukan “Hearts Not Head
in The Schools" (Hati bukan
Otak Yang Diutamakan di Sekolah), menurut Neill jika emosi dibiarkan benar-benar
bebas, maka intelek akan tercapai dengan sendirinya. Dengan kata lain kemampuan
intelektual bergantung pada perkembangan emosi. Keadaan emosi yang mendukung akan
memotivasi siswa dalam belajar. Dengan memiliki motivasi, maka peserta didik
akan memiliki semangat dalam belajar. Motivasi dan semangat tersebut akan
mempengaruhi hasil belajar peserta didik. Hal ini sejalan dengan pemikiran Brillianty
(2003) yang dikutip oleh Munlifatun Sadiyah, Brillianty menyatakan bahwa
berhasilnya pendidikan tidak tergantung pada tingkat kecerdasan semata. Faktor
emosi ternyata ikut serta mempengaruhi hasil belajar. Agar anak selalu dalam
emosi yang baik, maka dibutuhkan lingkungan yang dapat memberikan kenyamanan,
keamanan serta dukungan pada anak. Dunia sekolah saat ini memang sudah melarang
adanya praktik kekerasan dalam pendidikan. Meskipun terkadang masih ditemukan
kasus kekerasan dalam dunia pendidikan. Sekolah dalam hal ini memang sudah
berusaha dalam pemberian keamanan pada anak. Namun ada hal lain yang seringkali
terlupakan, yaitu mengenai kondisi psikologis anak. Adanya larangan kekerasan,
hanya memberikan perlindungan fisik pada anak. Sementara kondisi psikologis
anak juga sangat penting. Pemberian tugas-tugas yang menumpuk serta adanya
target dalam pendidikan, akan memberikan tekanan atau beban pada anak. Hal
tersebut dapat memicu timbulnya frustasi atau depresi yang pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap kondisi psikologis anak tersebut. Ujian yang diadakan di
sekolah juga memberikan tekanan psikologis pada anak. Rasa ketakutan saat
menghadapi ujian serta khawatir apabila tidak bisa lulus akan dibully menjadi beban tersendiri. Sehingga, tidak
heran jika seringkali ditemukan kasus bunuh diri pada kalangan peserta didik,
yang disebabkan karena tidak lulus ujian. Ujian yang hanya menilai aspek
akademik, seolah menjadi penentu kehidupan peserta didik. Hal ini tentu tidak
adil, mengingat pada dasarnya setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda. Ada
anak yang pandai atau unggul dalam bidang akademik, namun ada juga anak yang
kurang pandai dalam bidang akademik tapi unggul di bidang lain. Dari hal
tersebut maka diperlukan adanya konsep pendidikan yang bernurani, yang tidak
hanya mengutamakan kepentingan atau tujuan lembaga pendidikan saja. Tapi lebih
mengutamakan kepentingan anak atau peserta didik dalam segal aspek.
Pada dasarnya pendidikan yang
bernurani merupakan pendidikan yang bisa memberikan kenyamanan serta rasa aman
pada peserta didiknya. Apabila kondisi tersebut telah terpenuhi maka proses
pendidikan akan dapat berjalan dengan baik. Pendidikan seperti ini mungkin
tidak jauh berbeda dengan konsep pendidikan liberal yang mengutamakan
kepentingan siswa dan memerdekakan hak-hak peserta didik. Prinsip pendidikan
bernurani yang menjunjung tinggi humanisme, memilik kesesuaian dengan konsep
pemikiran A.S. Neill. Dimana pemikiran tersebut diimplementasikan oleh Neill di
sekolah yang didirikannya yaitu Summerhill School. Sekolah ini mungkin menjadi
sekolah yang diimpikan oleh peserta didik. Sekolah asrama ini memang memberikan
kebebasan pada seluruh peserta didiknya. Mereka bebas melakukan apapun, tidak
ada larangan di sekolah ini. Tidak ada tuntutan dari pendidik terhadap peserta
didik. Disini peserta didik dapat merasakan apa itu kebebasan. Hal ini
memberikan sedikit pemahaman bahwa sebagai seorang pendidik, kita tidak bisa
dan tidak boleh memaksakan kehendak kita. Kita tidak bisa memaksa anak atau
peserta didik untuk menjadi seperti apa yang kita inginkan. Karena, mereka
memiliki hak untuk menentukan jalan hidup mereka sendiri. Kita hanya perlu
mendukung, mengarahkan serta membimbing mereka, agar apa yang mereka
cita-citakan dapat tercapai tanpa harus menuntut mereka untuk menjadi seperti
apa yang kita mau. Adanya tuntutan-tuntutan dari pendidik, hanya akan membuat
peserta didik menjadi seperti boneka, yang dimainkan serta diatur oleh
pendidik. Hal ini justru akan membuat potensi-potensi dalam diri peseta didik
semakin terkubur dan sulit untuk digali serta dikembangkan secara maksimal.
Karena peserta didik hanya akan belajar sesuai dengan kemauan pendidik, bukan
karena kemauannya sendiri.
Konsep
pendidikan yang memerdekakan peserta didik juga datang dari pemikiran tokoh
pendidikan Indonesia yaitu Ki Hadjar Dewantara. Pemikiran tersebut dikutip oleh
Henricus Suparlan dalam jurnalnya yang berjudul “Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan Sumbangannya bagi Pendidikan
Indonesia”, diungkapkan bahwa dasar kemerdekaan yang mengandung pengertian
bahwa hal itu sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia dengan
memberikan hak untuk mengatur dirinya sendiri (zelfbeschikkingsrecht) dengan mengingat syarat tertib damainya (orde en vrede) hidup masyarakat.
Sementara menurut A.S. Neill sebagaimana yang dikutip oleh Erva Ema, pendidikan
pembebasan adalah pendidikan yang memberikan kebebasan sepenuhnya kepada siswa,
memberikan anak-anak bebas menjadi diri mereka sendiri. Selain itu pendidikan
yang diterapkan oleh A.S. Neill juga menerapkan sistem demokrasi. Dimana setiap
anak memiliki hak yang sama dengan guru, staff maupun karyawan dalam memutuskan
segala kebijakan yang berakaitan dengan kepentingan bersama. Dalam hal ini
membuktikan bahwa hak dalam mengemukakan pendapat sangat dijunjung tinggi di
Summerhill. Suara atau pendapat peserta didik tidak diacuhkan begitu saja,
tetapi didengar dan ikut mementukan dalam pembuatan kebijakan.
Pendidikan atau sekolah ideal seringkali
diidentikkan dengan proses belajar yang terjadi di gedung mewah dengan
fasilitas yang serba terpenuhi serta tenaga pendidik atau guru dengan gelar
yang tinggi. Pemahaman ini sangat keliru, sekolah atau pendidikan yang ideal
sebenarnya tidak harus dilakukan di gedung mewah. Pendidikan yang terus menerus
dilakukan di gedung atau bangunan seolah hanya akan menjadi penjara bagi anak.
Sejalan dengan pendapat Paul Godman yang dikutip oleh Moh. Yamin bahwa
pendidikan yang diterapkan di sekolah merupakan satu bentuk pemakasaan kepada
peserta didik, sehingga apa yang disampaikan harus bisa ditelan dengan
sedemikian mentah-mentah. Pendidikan
sebenarnya bisa dilakukan dimana saja dan bisa diberikan oleh siapa saja,
seorang pendidik yang baik tidak harus memiliki
gelar tinggi seperti sarjana, profesor maupun insinyur. Seorang guru
yang baik adalah seseorang yang bisa memberikan tauladan dan memahami kondisi
peserta didik. Sekolah-sekolah favorit atau unggulan yang selama ini dianggap
memiliki sistem pendidikan yang ideal, tidak bisa menjamin menghasilkan
lulusan-lulusan yang unggul, adakalanya sekolah-sekolah pinggiran atau swasta
yang dianggap memiliki kualitas pendidikan rendah justru bisa mencetak
lulusan-lulusan yang jauh lebih baik daripada sekolah unggulan tersebut.
Kelebihan
Sistem
pendidikan bernurani merupakan sistem pendidikan yang humanis atau manusiawi. Sehingga
hak-hak peseta didik sangat dijunjung tinggi dan dihargai. Pendidikan yang
seperti ini sangat memperhatikan perkembangan moral dan emosional anak dan akan
menghasilkan peserta didik yang memiliki bermoral baik. Selain itu konsep
pendidikan yang membebaskan dan membahagiakan memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri anak. Konsep
pendidikan ini memberikan pemahaman pada kita bahwa pada dasarnya setiap anak
memiliki kemampuan yang berbeda, sehingga kita tidak bisa menyamakan atau membandingkan
antara anak yang satu dengan yang lain.
Kekurangan
Pendidikan
yang membebaskan tidak bisa diterapkan pada semua karakter anak. Sistem
pendidikan seperti ini hanya bisa diterapkan pada anak yang memiliki rasa
tanggung jawab dan kemauan belajar yang tinggi. Apabila diterapkan pada anak
yang memiliki rasa tanggung jawab dan kemauan belajar yang rendah, maka tidak
menutup kemungkinan anak tersebut bukan makin berkembang justru akan semakin tertinggal.
Selain itu sistem pendidikan ini hanya menjunjung tinggi moral atau emosional
anak, tanpa memperhatikan kemampuan intelektual anak. Sementara kemampuan intelektual
anak juga penting, antara intelektual dan moral atau emosional keduanya harus
seimbang. Disamping itu berdasarkan
buku Summerhill
Schhool karangan A.S. Neill, mengungkapkan bahwa pendidikan yang diterapkan oleh A.S. Neill tidak
mengajarkan pendidikan agama, hal ini berbanding terbalik dengan pendidikan di Indonesia yang
menjunjung tinggi pendidikan agama.
Kontekstualisasi untuk pendidikan di Indonesia saat
ini
Konsep pendidikan
yang membebaskan serta memerdekakan siswa dalam segala aspek, seperti yang
diterapkan oleh A.S. Neill memang belum sepenuhnya bisa diterapkan di Indonesia.
Hal ini dikarenakan karakter masyarakat Indonesia yang kurang mendukung,
apabila menggunakan konsep pendidikan tersebut. Kontekstualisasi sistem
pendidikan A.S. Neill di Indonsia, salah satunya yaitu berkembangnya sekolah
asrama sesuai dengan bentuk sekolah Summerhill, meski sekolah asarma di
Indonesia tidak sebebas di Summerhill School. Sementara, dalam konteks lain konsep
pendidikan bernurani yang mengutamakan kepentingan siswa dapat kita lihat untuk
saat ini, seperti tugas guru yang menjadi fasilitator dalam pendidikan. Dimana
dalam hal ini siswa diberi kebebasan dalam hal belajar, sementara guru bertugas
memfasilitasi, membimbing, membantu serta mendampingi peseta didik dalam
kegiatan belajar.
PENUTUP
Simpulan
Pendidikan
merupakan suatu kegiatan mengajar, mendidik atau melatih seseorang menuju
kearah perubahan yang lebih baik. Arah perubahan tersebut tidak dapat
ditentukan dengan mengacu pada tujuan yang telah dirumuskan. Pendidikan tidak
harus selalu berorientasi pada tujuan. Karena yang lebih adalah berorientasi
pada peserta didik. Pendidikan bernurani yaitu praksis pendidikan yang mendahulukan
kepentingan para peserta didik dalam segala aspek. Sementara itu pendidikan
yang ideal adalah menurut A.S. Neill yaitu pendidikan yang membebaskan dan
membahagiakan peserta didiknya. Pendidikan yang membebaskan merupakan pendidikan
yang humanis, yang memperlakukan manusia secara manusiawi serta menjunjung
tinggi hak-hak asasi manusia. Seorang pendidik tidak bisa memaksa peserta didik
menjadi apa yang dia inginkan. Hal ini hanya akan menimbulkan ketakuatan pada
diri peserta didik. Karena manusia lahir di dunia membawa kodratnya dan
potensinya masing-masing, yang perlu dikembangkan dalam kehidupannya. Melalui
pendidikan potensi tersebut seharusnya dapat berkembang sebagaimana mestinya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ema, Erva. 2015.
Pendidikan Berbasis Pembebasan (Komparasi
Pemikiran Ahmad Syafii Maarif dan Paulo Freire). Skripsi. Surakarta:
Fakultas Agama Islam, Program Studi Tarbiyah, Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Fatonah, Sidiq. (tahun
tidak dicantumkan). Konsep Penanganan
Anak Bermasalah menurut Alexander Sutherland Neill dan Implikasinya terhadap
Pendidikan Islam. (volume tidak dicantumkan) hal 1-16.
Mansyur, M.H.
2014. Pendidikana Ala “Paulo Freire”
Sebuah Renungan. Volume 1, No 1 (hal 64-76)
Mu’arif. 2008. Liberalisasi Pendidikan. Yogyakarta:
Pinus Book Publisher
Neill, A.S. (penerjemah:
Agung Prihantoro). 2007. Summerhill
School: Pendidikan Alternatif yang Membebaskan. Jakarta : Serambi Ilmu
Semesta.
Suparlan,
Henricus. 2014. Filsafat Pendidikan Ki
Hadjar Dewantara dan Sumbangannya Bagi Pendidikan Indonesia. Volume 25,
Nomor 1 (hal 2-19).
Yamin, Moh. 2012.
Sekolah yang Membebaskan. Malang:
Madani.